Kamis, 02 Februari 2012

Contoh Memori Banding


MEMORI BANDING
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA (TERGUGAT – PEMBANDING)
Atas putusan  PTUN Jakarta No. 79/G/2011/PTUN-JKT
Melawan
Drs. LIBERSIN SARAGIH ALLAGAN, M.Si (PENGGUGAT – TERBANDING)
Hal      : Memori Banding
Kepada Yth;
Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta
di
Jakarta
Melalui
Kepada Yth;
Ketua pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
di
Jakarta
Dengan Hormat,
Berdasarkan surat kuasa tertanggal 26 Mei 2011 yang diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang kemudian diperbaharui melalui surat kuasa tertanggal 2 Desember 2011, perkenankanlah dengan ini untuk dan atas nama pemberi kuasa yang adalah Pembanding dalam perkara Nomor. 79/G/2011/PTUN.Jkt, kami mengajukan Memori Banding serta mewakili Pemberi Kuasa di dalam pemeriksaan Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta di Jakarta; Untuk selanjutnya disebut sebagai Pembanding;
Melawan
Drs. Libersin Saragih Allagan Msi; beralamat di Jl. Veteran II Nomor D.25 RT 03/04, Kelurahan Babakan, Kec. Tangerang, Provinsi Banten. Tangerang 15118; selanjutnya disebut sebagai Terbanding;
Adapun alasan Memori Banding Pembanding  ini  adalah sebagai berikut:
DALAM EKSEPSI
1.    Bahwa Majelis Hakim telah salah menerapkan hukum di dalam putusannya dalam mempertimbangkan eksepsi Kami selaku Tergugat.
2.    Bahwa Majelis Hakim dalam pertimbangannya mengenai eksepsi kami tentang pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 yang telah direvisi dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan UU No. 51 Tahun 2009,  telah dengan sengaja menghilangkan kalimat yang ada di dalam SEMA No.2 Tahun 1991 alinea ke  5, angka no. 3 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA, sehingga seolah-olah kutipan mengenai SEMA No.2 Tahun 1991 adalah benar di dalam pertimbangan Majelis Hakim.
3.    Bahwa SEMA No.2 Tahun 1991 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA tersebut adalah : V. TENGGANG WAKTU (PASAL 55) .... alinea ke 5; angka no. 3 Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara tetapi  yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang  waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha  Negara dan mengetahui adanya Keputusan tersebut;
4.    Namun di dalam pertimbangannya hal 26 dari 33 halaman alinea pertama yang merupakan sambungan dari hal 25 Putusan No 79/G/2011/PTUN Jakarta, Majelis Hakim hanya menulis Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara tetapi  yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang  waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha  Negara.
5.    Bahwa dengan penghilangan kalimat .... dan mengetahui adanya Keputusan tersebut, maka mempunyai makna lain yaitu syarat ketentuan pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 secara kasuitis hanya tunggal yakni sejak saat ia merasa kepentinganya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara, padahal secara jelas di dalam SEMA No. 2 Tahun 1991 tersebut mempunyai 2 (dua) syarat wajib yang harus dipenuhi yakni  sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha  Negara dan sejak ia mengetahui adanya Keputusan tersebut.
6.    Bahwa sesuai fakta di  persidangan terungkap secara jelas bahwa Bahwa gugatan TERBANDING terkait dengan klausula bahwa pengajuan gugatan   TERBANDING  “masih dalam tenggang waktu” adalah tidak beralasan dan tidak sesuai dengan Pasal 55 Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana tersebut di atas. Hal tersebut terlihat dari data sebagai berikut:
a)     Bahwa tembusan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-212.KP.04.01 Tahun 2010 tanggal 18 Agustus 2010 dan petikan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-212.KP.04.01 Tahun 2010 tanggal 18 Agustus 2010 untuk Saudara Allagan telah disampaikan kepada Kantor WIlayah Sulawesi Barat tanggal 30 Agustus 2010 (sebagaimana terlampir T1).
b)     Bahwa TERBANDING mengajukan keberatan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui surat pribadi TERBANDING tertanggal 30 Agustus 2010. Pada surat tersebut TERBANDING menyampaikan pada paragraf 1 bahwa PENGGUGAT telah mendapatkan copy Surat Keputusan dari Bapak Haji Musa Kasubag Kepegawaian dan Tata Laksana Kanwil Sulawesi Barat Bahwa pada surat pribadi TERBANDING tersebut tidak tercantum satu kalimat pun yang menyatakan bahwa TERBANDING belum menerima Kutipan Asli (terlampir T2) dan TERBANDING membenarkannya sebagaimana di dalam bukti yang diajukan oleh Terbanding yakni bukti P-2).
c)     Bahwa pada 4 Januari 2011 PEMBANDING telah menjawab surat keberatan TERBANDING melalui Surat Nomor SEK.KP.06.03-01 perihal Jawaban atas Pengajuam Keberatan a.n. Drs. Libersin Saragih Allagan (terlampir T3). Surat tersebut telah dikirim melalui PT. POS INDONESIA pada tanggal 18 Januari 2011 ke alamat TERBANDING jalan Veteran II D Nomor 5 Kelurahan Babakan Tangerang Banten (terlampir T4).
d)     Bahwa kemudian TERBANDING telah melaksanakan serah terima pada tanggal 03 September 2010 di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat dan bahkan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat melalui surat Nomor W32.KP.03.03-99 tanggal 26 Agustus 2010 (bukti T12) perihal Serah Terima Jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Barat telah mengundang Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM untuk hadir pada acara serah terima jabatan dimaksud.  Berdasarkan surat tersebut PEMBANDING menunjuk Sdr. Marvel H. Mangunsong, SH, MH (Staf Ahli Bidang Perekonomian dan Hubungan Luar Negeri), Sdr. Djaja Sukma, SH (Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal) dan Sdr. Ir. Sumarsono (Kepala Sub Bagian Evaluasi dan Laporan II Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal) untuk menghadiri kegiatan tersebut berdasarkan Surat Perintah PEMBANDING Nomor M. HH.KP.07.03-118 tanggal 1 September 2010 (terlampir T13).
7.      Bahwa dari rangkaian fakta hukum yang terungkap di persidangan tersebut di atas maka berdasarkan SEMA No.2 Tahun 1991 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA tersebut adalah : V. TENGGANG WAKTU (PASAL 55) .... alinea ke 5; angka no. 3, adalah sangat jelas apabila TERBANDING telah mengetahui obyek perkara dalam perkara aquo yakni Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Nomor Indonesia Nomer M.HH-212.KP.04.01 Tahun 2010 tertanggal 18 Agustus 2010 tentang Pemberhentian dalam Jabatan Struktural Eselon II dan Alih Tugas ke Dalam Jabatan Fungsional Umum di Lingkungan Kementrian Hukum dan HAM RI, sejak tanggal 03 September 2010 (sejak saat TERBANDING melakukan serah terima Jabatan) atau sejak dimana ia mengajukan keberatan pada tanggal 30 Agustus 2010 jika dikaitkan dengan tanggal diajukan gugatan oleh TERBANDING melalui PTUN Jakarta adalah tanggal 26 Maret 2011, maka gugatan yang diajukan oleh TERBANDING kepada PEMBANDING adalah telah lewat waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 55 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah direvisi dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan Perubahan Kedua dengan UU No. 51 Tahun 2009.
DALAM POKOK PERKARA
8.      Bahwa Majelis Hakim dalam Putusan No. 79/G/2011/PTUN-JKT dalam pertimbangannya dalam pokok perkara pada halaman 28 dari 33 halaman pada alinea ke 4 menyatakan bahwa :
Menimbang bahwa sebagaimana alasan Tergugat dalam menerbitkan Surat Keputusan obyek sengketa adalah karena adanya hasil rapat TIM BAPERJAKAT yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH.14.KP.03.03 Tahun 2010, dalam hal ini timbul pertanyaan kenapa dibentuk tim BAPERJAKAT tersebut apakah ada masalah atau ada dugaan penyelewengan yang dilaporkan kepada Tergugat sehingga dibentuk Tim, sebab mustahil dibentuk tim apabila ada laporan yang negatif terhadap Penggugat, kemudian bagaimana hasil dari Tim BAPERJAKAT tersebut ada sesuatu pelanggaran sehingga sampai diambil suatu keputusan yang boleh dikatakan merupakan penjatuhan hukuman disiplin berat, mengingat Penggugat masih aktif dan belum memasuki usia pensiun serta telah menduduki jabatan eselon II yang kemudian dipindah menjadi staf biasa.
9.      Bahwa dari uraian pertimbangan tersebut di atas nampak sekali bahwa Majelis Hakim tidak memahami sama sekali apa itu BAPERJAKAT serta tugas dan fungsi BAPERJAKAT sebagaimana diamanatkan di dalam PP No. 100 tahun 2000 tentang  Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural;
10.   Bahwa di dalam pasal 14 dalam PP No. 100 tahun 2000 tentang  Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural dijelaskan bahwa:
(1)      Untuk menjamin kualitas dan obyektifitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah di setiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat.
(2)      Baperjakat terdiri dari :
a.      Baperjakat Instansi Pusat;
b.     Baperjakat Instansi Daerah Propinsi;
c.      Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota.
(3)      Pembentukan Baperjakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh :
a.      pejabat pembina kepegawaian pusat untuk instansi pusat;
b.     pejabat pembina kepegawaian daerah Propinsi untuk instansi daerah Propinsi;
c.      pejabat pembina kepegawaian daerah Kabupaten/Kota untuk instansi daerah Kabupaten/Kota.
(4). Tugas pokok Baperjakat Instansi Pusat dan Baperjakat Instansi Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah.
(5)  Disamping tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Baperjakat bertugas pula memberikan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang dalam pemberian kenaikan pangkat bagi yang menduduki jabatan struktural, menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya, menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dan pertimbangan perpanjangan batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon I dan Eselon II.
11.    Bahwa Mahkamah Agung sendiri di dalam BUKU I tentang Administrasi Perencanaan, Pola Kelembagaan Peradilan, Administrasi Tata Persuratan, Tata Kearsipan dan Rumah Dinas, Pedoman Bangunan Gedung Kantor dan Rumah Jabatan Badan Peradilan di Bawah Mahkamah Agung RI dan Administrasi Perbendaharaan, pada Bagian Kelima Pengangkatan Dalam Jabatan mencatumkan keberadaan Baperjakat, namun sangatlah aneh jika Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini tidak mengetahui keberadaan dan fungsi BAPERJAKAT sebagaimana diamanatkan di dalam PP Nomer 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural yang telah dirubah menjadi PP Nomer 13 Tahun 2002
12.   Bahwa ketidaktahuan Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara aquo juga berlanjut pada uraian pertimbangan halaman 29 dari 33 halaman Putusan No.79/G/2011/PTUN-JKT alinea ke 3
Menimbang, bahwa dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural khususnya pasal 23 (1), pasal 24 dan pasal 28 mengatakan:
 Pasal 23
(1) PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan.
Pasal 24
(1) Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap  atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin.
Pasal 28
(1) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) harus ditandatangani oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang diperiksa.
13.    Bahwa di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural hanya memuat 24 pasal tidak ada pasal 28 sebagaimana dimaksud didalam uraian pertimbangan tersebut di atas, dan pasal 23 serta pasal 24 dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 100 Tahun 2000 berbunyi:


Pasal 23
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 21. Tambahan Lembaran10 Negara Nomor 3546), sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 124. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3775), dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 24
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
14.   Bahwa dari uraian pertimbangan tersebut nampak sekali Majelis Hakim bersikap tidak profesional (unprofesional conduct) dalam memeriksa dan memutus perkara no 79/G/2011/PTUN-JKT;
15.   Bahwa pasal-pasal yang dimaksud dalam uraian pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas adalah uraian pasal dimaksud di dalam PP No.53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS. Namun apabila Majelis Hakim menggunakan dasar pasal-pasal No. 53 Tahun 2010 sebagai pertimbangannya adalah hal yang sangat aneh.
16.   Bahwa sebagaimana telah kami uraikan di dalam duplik kami  Bahwa obyek di dalam perkara a quo adalah merupakan pemberhentian dalam jabatan struktural sebagaimana diatur di dalam PP No. 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah menjadi PP Nomer 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas PP NO 100 TAHUN 2000 tentang  Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural bukan merupakan pembebasan dalam jabatan struktural sebagaimana dimaksud di dalam PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Hal ini dapat dilihat dari Konsideran Menimbang dan Dasar Hukum Mengingat pada obyek gugatan  tersebut tidak pernah menyinggung keberadaan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagai dasar pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural TERBANDING;
17.   Bahwa berdasarkan pasal 19  UU No. 8 tahun 1974 yang telah dirubah menjadi UU No. 43 th 1999 menyatakan :
Pengangkatan dalam jabatan didasarkan atas prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dapat dipercaya, serta syarat-syarat obyektif  lainnya.
Bahwa syarat obyektif lainnya adalah diatur dalam penjelasan pasal 17 ayat 2 UU No 43 tahun 1999 dijelaskan
Ayat  (2) Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya.
Bahwa  selanjutnya di dalam pasal 12 ayat 1 PP No. 9 tahun 2003 menyebutkan bahwa :
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural  eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.
Bahwa Pejabat Pembina kepegawaian di dalam pasal tersebut di atas dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Ham , dan apabila dikaitkan dengan penjelasan pasal 17 ayat 2 UU No. 43 tahun 1999 maka disimpulkan bahwa Pengangkatan dalam jabatan juga didasarkan atas kepercayaan dalam hal ini kepercayaan yang diberikan oleh Menteri Hukum dan Ham;
18.   Bahwa selanjutnya di dalam pasal 14 ayat (1)  PP No 100 tahun 2000 ditegaskan bahwa  Untuk menjamin kualitas dan obyektifitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah di setiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat.  
19.      Sementara di dalam pasal 14 ayat (3) ditegaskan bahwa Tugas pokok Baperjakat Instansi Pusat dan Baperjakat Instansi Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dalam pengangkatan, pemindahan danpemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah.
20.      Bahwa atas peran dan tugas Baperjakat tersebut di atas maka tanggal 10 Agustus 2010 telah mengadakan rapat dan hasilnya adalah memberhentikan Penggugat dari jabatan KAKANWIL Sulbar dan oleh Tergugat Penggugat diusulkan menjadi Widyaiswara kemudian ditindak lanjuti oleh Tergugat dengan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural  eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu sebagaimana termuat di dalam obyek perkara aquo berdasarkan kewenangan yang dimiliki sebagaimana dimaksud di dalam pasal  pasal 12 ayat 1 PP No. 9 tahun 2003;
21.   Kemudian di dalam pertimbangan selanjutnya pada halaman 30 dari 33 halaman Putusan No. 79/G/2011/PTUN-JKT pada alinea ke 2 menyatakan:
Menimbang bahwa dalam menerbitkan Surat Keputusan obyek sengketa maka seharusnya Tergugat sebelum melakukan suatu tindakan atau menerbitkan Surat Keputusan tentang Pemberhentian Dalam Jabatan Struktural eselon II dan dialih tugaskan ke dalam Jabatan Fungsional Umum (staf biasa) terlebih dahulu mengundang Penggugat atau mencari informasi yang benar tentang Penggugat dalam melaksanakan tugas sebagai Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sulawesi Barat apakah telah menyalahi wewenang yang ada padanya atau bagaimana, karena mengingat yang bersangkutan sudah menduduki jabatan Eselon II dan dipindah menjadi staf biasa yang boleh dikatakan sangat tidak pantas apalagi Penggugat tidak pernah diperiksa, tidak pernah ada teguran baik lisan dan tulisan serta hasil dari Tim BAPERJAKAT tersebut tidak dijadikan alat bukti
22.   Bahwa di dalam PP 100 tahun 2000 maupun aturan-aturan kepegawaian yang lain, tidak ada kewajiban dari PEMBANDING untuk mengundang TERBANDING terlebih dahulu sebelum di alih tugaskan atau bahkan mencari informasi yang benar mengenai TERBANDING dalam melaksanakan tugasnya apakah telah menyalahi wewenang atau tidak.
23.   Bahwa sebagaimana telah kami jelaskan jika berdasarkan pasal 19  UU No. 8 tahun 1974 yang telah dirubah menjadi UU No. 43 th 1999 yang menyatakan :
Pengangkatan dalam jabatan didasarkan atas prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dapat dipercaya, serta syarat-syarat obyektif lainnya.
Bahwa syarat obyektif lainnya adalah diatur dalam penjelasan pasal 17 ayat 2 UU No 43 tahun 1999 dijelaskan
Ayat  (2) Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya.
Bahwa  selanjutnya di dalam pasal 12 ayat 1 PP No. 9 tahun 2003 menyebutkan bahwa
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dalam dan dari jabatan struktural  eselon II ke bawah atau jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu.
Bahwa Pejabat Pembina kepegawaian di dalam pasal tersebut di atas dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Ham , dan apabila dikaitkan dengan penjelasan pasal 17 ayat 2 UU No. 43 tahun 1999 maka disimpulkan bahwa Pengangkatan dalam jabatan juga didasarkan atas kepercayaan dalam hal ini kepercayaan yang diberikan oleh Menteri Hukum dan Ham;
24.    Bahwa mengenai uraian Majelis Hakim dalam pertimbangannya yang menyatakan bahwa karena mengingat yang bersangkutan sudah menduduki jabatan Eselon II dan dipindah menjadi staf biasa yang boleh dikatakan sangat tidak pantas, adalah tidak benar karena PEMBANDING masih memperhatikan karir TERBANDING dengan mengusulkan TERBANDING  kepada Lembaga Administrasi Negara melalui surat Nomor M.HH.KP.03.04-124 Tanggal 29 September 2010 sebagai widyaiswara;
25.   Bahwa pemberhentian pembayaran gaji TERBANDING sejak bulan Maret  Tahun 2011 (bukan sejak Februari tahun 2011 sebagaimana disebutkan TERBANDING  dalam Repliknya) telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil pada Penjelasan romawi III angka 5 disebutkan “ Pegawai Negeri Sipil yang mendapat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, apabila ia diberhentikan dari jabatannya dan ada rencana dalam waktu yang singkat mengangkatnya dalam jabatan yang setingkat atau yang lebih tinggi ,maka menunggu pengangkatannya dalam jabatan baru, Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tidak diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil . Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sudah harus ada keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan baru“. (Terlampir T10).
26.   Bahwa TERBANDING ternyata selama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak terbitnya objek gugatan  tanggal 18 Agustus 2010  tidak mendapatkan keputusan pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II, dimana  Rapat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) pada tanggal 27 Januari 2011 tidak memutuskan salah satu jabatan eselon II kepada TERBANDING, maka sejak 1 Maret 2011 TERBANDING memasuki masa purnabakti dan secara otomatis gaji terhenti.
27.   Hal ini juga sesuai dengan surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: K.26-30/V/45-3/99 Tanggal 4 Oktober 2007, Perihal Pemberian Bebas Tugas atau Masa Persiapan Pensiun (MPP) bagi Pejabat Eselon I dan Eselon II, yang ditujukan kepada Seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota. (Terlampir T11) .
28.   Bahwa mengenai hak-hak TERBANDING yang tidak diberikan sebagaimana mestinya antara lain uang makan mulai bulan September 2010 sampai dengan Desember 2010, dikarenakan TERBANDING tidak pernah hadir melaksanakan tugas di Sekretariat Jenderal sebagaimana terlihat pada Daftar Hadir Pegawai atas nama TERBANDING yang tidak pernah diparaf oleh TERBANDING pada rentan bulan September sampai dengan Desember 2010, sehingga dengan tidak adanya data pendukung berupa Daftar Hadir Pegawai atas nama TERBANDING maka  uang makan TERBANDING tidak direalisasikan oleh Kantor Perbendaharaan Kas Negara (KPKN).
29.   Bahwa Majelis Hakim di dalam uraian pertimbangannya pada halaman 30 dari 33 halaman Putusan No. 79/G/2011/PTUN-JKT menyatakan:
Menimbang bahwa berdasarkan adanya fakta-fakta bahwa Penggugat tidak pernah diperiksa, tidak pernah adanya teguran baik secara lisan maupun secara tertulis atau peringatan-peringatan lainnya dan telah menduduki jabatan eselon II, maka sudah selayaknya Tergugat mempertimbangkan fakta-fakta sebagai tersebut dan melibatkan Penggugat untuk setidak-tidaknya dimintakan keterangan tentang informasi dari hasil TIM BAPERJAKAT atau dipindah dengan eselon yang sama. Oleh karena itu Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat pada saat menerbitkan Surat Keputusan yang menjadi Obyek Sengketa tidak memperhatikan atau tidak mempertimbangkan secara cermat hasil dari TIM BAPERJAKAT tersebut dan kepentingan Penggugta sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Barat (Eselon II), sehingga hal tersebut telah bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan dan azas-azas umum pemerintahan yang baik sebagaimana ditentukan dalam pasal 53 ayat (2) a dan b Undang-undang No. 5 Tahun 1986 yang telah direvisi dengan undang-undang No. 9 Tahun 2004  dan perubahan kedua dari undang-undang No. 51 Tahun 2009;
30.   Bahwa kesimpulan Majelis Hakim tersebut diatas adalah terlalu sumir, cenderung bersifat subyektif kepada PEMBANDING  dan  Majelis Hakim tidak bisa memahami alat bukti yang diberikan PEMBANDING sehingga tidak dapat melihat  sikap/prilaku  TERBANDING sebagai seorang PNS yang selama rentan waktu 3 (tiga) bulan  tidak masuk kerja (diabaikannya alat bukti daftar hadir  Terbanding yang selama 3 (tiga) bulan tidak ada paraf) dan adanya  pengakuan TERBANDING  pada surat gugatannya yang mengakui bahwa pernah dijatuhkan hukuman disiplin serta pernah diperiksa (Surat Gugatan Hal. 5).
31.    Bahwa kesimpulan Majelis Hakim tersebut diatas juga  cenderung lebih mencari-cari alasan untuk membenarkan gugatan TERBANDING;
32.   Bahwa penilaian mana didasarkan pada alasan kami tersebut di atas yakni :
·      Bahwa obyek di dalam perkara aquo adalah merupakan pemberhentian dalam jabatan strutural sebagaimana diatur di dalam PP No. 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah menjadi PP Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas PP Nomor 100 TAHUN 2000 tentang  Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural bukan merupakan pembebasan dalam jabatan struktural sebagaimana dimaksud di dalam PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Hal ini dapat dilihat dari Konsideran Menimbang dan Dasar Hukum Mengingat pada obyek gugatan  tersebut tidak pernah menyinggung keberadaan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagai dasar pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural TERBANDING, sehingga tidak ada kewajiban PEMBANDING terlebih dahulu untuk memeriksa, memberikan teguran baik secara tertulis maupun lisan kepada TERBANDING;
·      Bahwa di dalam PP 100 tahun 2000 maupun aturan-aturan kepegawaian yang lain, tidak ada kewajiban dari PEMBANDING untuk mengundang TERBANDING terlebih dahulu sebelum di alih tugaskan atau bahkan mencari informasi yang benar mengenai TERBANDING dalam melaksanakan tugasnya apakah telah menyalahi wewenang atau tidak;
·      Bahwa PEMBANDING dalam menerbitkan objek gugatan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak  bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik, dengan dalil-dalil sebagai berikut:
a.        Bahwa penerbitan objek gugatan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil rapat tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) tanggal 10 Agustus 2010 . Tim Baperjakat Kementerian Hukum dan HAM dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-14.KP.03.03 Tahun 2010 (terlampir T7).
b.        Bahwa berdasarkan Berita Acara Rapat tanggal 10 Agustus 2010, tim Baperjakat memberikan pertimbangan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia selaku pejabat pembina kepegawaian untuk mengalih tugaskan antara lain Sdr. Libersin Saragih Allagan, Bc.Ip. M.Si. menjadi staf/ widyaiswara. 
c.         Bahwa sebagai tindak lanjut hasil tim Baperjakat tersebut PEMBANDING kemudian menerbitkan objek gugatan dan selanjutnya PEMBANDING juga mengusulkan TERBANDING kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara sebagai calon widyaiswara  sebagaimana surat PEMBANDING Nomor M.HH.KP.03.04-124 Tanggal 29 September 2010 (terlampir T8).
·      Bahwa Majelis Hakim telah bertindak tidak profesional (unprofesional conduct) dalam memeriksa dan memutus perkara ini, dikarenakan telah dengan sengaja menghilangkan kalimat di dalam SEMA No. 2 Tahun 1991, dimana maknanya sangatlah berbeda ketika kalimat tersebut dihilangkan dan Majelis Hakim telah memuat pasal yang salah dalam memutus perkara ini sebagai dasar uraian pertimbangannya serta Majelis Hakim tidak memahami (kurang memiliki pengetahuan) terhadap tugas pokok dan fungsi BAPERJAKAT sebagaimana termuat di dalam uraian pertimbangannya dalam putusan No. 79/G/2011/PTUN-JKT;
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas kami mohon kiranya Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Jakarta berkenan memeriksa dan memutus perkara ini dengan amar:

DALAM EKSEPSI

1.      Menerima Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya ;
2.      Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.

DALAM POKOK PERKARA
1.     Menolak gugatan Penggugat a quo secara keseluruhan;
2.     Menyatakan sah Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M. HH-212.KP.04.01 Tahun 2010 tanggal 18 Agustus Tahun 2010 tentang Pemberhentian Dalam Jabatan Struktural  Eselon II Dan Alih Tugas ke Dalam Jabatan Fungsional Umum Di Lingkungan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam daftar lampiran nomor urut 01 atas nama Drs. Libersin Saragih Allagan, M.Si. (obyek gugatan);
3.     Menghukum  Penggugat untuk membayar semua biaya perkara.
Hormat Kami
Kuasa Hukum TERGUGAT


Nur Ichwan, SH, MH
NIP. 19650611 198503 1 001

Susilo Purwanto, SH
NIP. 19630131 198403 1 008
Nofli, Bc.IP, S.Sos, M.Si
NIP. 19690309 199203 1 002



Novita Ilmaris, S.Kom, SH
NIP. 19761117 199903 2 001



Muslim Alibar, S.Sos.M,Si
NIP. 19731125 199903 1 001



Yuni Kusmiati, SE, SH, MH
            NIP. 19730606 200112 2 001



Netty Susilowaty, SH.
NIP. 19830821 200901 2 002



Lisa Noviana, SH.
NIP. 19841119 200912 2 005
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar